KLENTENG TJOE AN KIONG LASEM
DAN
DEWATA PELINDUNG PELAUT
TIAN SHANG SHENG MU
Tian Shang Sheng Mu ( Thian Siang Sing Bo – Hokkian ) dikenal juga dengan sebutan Ma Zu atau Tian Hou. Tian Shang Sheng Mu adalah seorang wanita yang pernah hidup di daerah Fu Jian, tepatnya di pulau Mei Zhou dekat Pu Tian, namanya Lin Mo Niang (Lim Bik Nio-Hokkian). Ayahnya Lin Yuan, pernah menduduki jabatan sebagai ” Pengurus ” di Propinsi Fu-Jian.
Karena kehidupannya yang sederhana dan gemar berbuat kebaikan, orang menyebutnya sebagai ”Lin San Ren” yang berarti ”Lin, orang yang baik”, Mo Niang dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zu dari Dinasti Song Utara, tahun Jian Long pertama, bulan 3 tanggal 23 Imlik, ( tahun 960 Masehi ) malam hari. Selama sebulan sejak dilahirkan, ia tidak pernah menangis sama sekali, sebab itulah ayahnya memberi nama ”Mo Niang” kepadanya ” Mo Niang ” Huruf ”Mo” berarti ”diam” .
Sejak kecil Lin Mo Niang ( Lim Bik Nio – Hokkin ) telah menujukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 7 tahun ia telah masuk sekolah, dan semua pelajaran yang telah diterima tidak pernah dilupakan. Kecuali belajar, ia juga tekun sekali bersembahyang. Ia sangat berbakti pada orang tuanya, dan suka menolong tetangga-tetangganya yang sedang dirundung malang. Sebab itu penduduk desa sangat menghormatinya.
Konon Tai Shang Lao Jun memberikan sebuah kitab suci rahasia. Dari kitab itulah kemudian Lin Mo Niang belajar banyak ilmu gaib untuk mengusir roh-roh jahat dan menolong para nelayan yang sedang mengalami musibah ditengah lautan. Ia faham sekali ilmu falak dan peredaran cuaca, sebab itu ia dapat mendatangkan hujan pada saat kekeringan. Kehidupan ditepi laut menempanya menjadi seorang gadis yang tak gentar menghadapi dahsyatnya gelombang dan angin taufan yang menghantui para pelaut. Kecuali itu, ia dapat juga menyembuhkan orang sakit, kemahirannya dalam pengobatan ini menyebabkan orang-orang desanya menyebutnya sebagai ” Ling Nu ” yang berarti ” gadis mukjijat ” , ” Long Nii ” atau ” gadis Naga ” dan ” Shen Gu ” atau bibi yang sakti ” .
Dalam legenda diceritakan, bahwa dalam usia 23 tahun, ia berhasil menaklukkan 2 siluman sakti yang menguasai pegunungan Tao Hua Shan. Ketua siluman itu, yaitu Qian Li Yan yang dapat melihat sejauh ribuan Li, dan Sun Feng Er yang dapat mendengar ribuan pal, akhirnya menjadi pengawalnya. Selanjutnya wanita sakti ini banyak membantu rakyat membasmi kejahatan dan menolong kapal-kapal yang diserang badai. Karena perbuatan-perbuatan mulia inilah namanya segera terkenanl diseluruh propinsi.
Pada usia 28 tahun, yaitu pada masa pemerintahan Kaisar Tai Zong, tahun Yong-Xi ke 4, tanggal 16 bulan 2 Imlik, bersama ayahnya ia berlayar. Tapi ditengah jalan perahunya dihantam gelombang dan badai lalu tenggelam. Tanpa memperdulikan keselamatannya ia berusaha menolong ayahnya, tapi akhirnya keduanya tewas bersama-sama. Sebuah versi lain mengatakan bahwa ia tidak tewas, tapi ” diangkat ke langit ” bersama raganya. Dikisahkan bahwa pagi itu, penduduk Mei-Zhou melihat bahwa awan warna-warni sedang menyelimuti pulaunya, diangkasa terdengar tetabuhan yang sangat merdu dan terlihat Lin Mo Niang diangkat ke surga, setahun kemudian. Tahun kenaikkannya ini jatuh pada tahun 987 Masehi, tepat 1000 tahun yang lalu. Kelenteng yang didirikan di Mei-Zhou ini merupakan kelenteng pemujaan Tian Shang Sheng Mu Yang pertama di Tiongkok.
Pada masa dinasti Song, perdagangan maritim dari propinsi Fujian sangat berkembang. Tapi para pelaut sadar bahwa hidup ditengah lautan selalu penuh dengan mara bahaya yang bisa mengancam setiap saat. Untuk memohon perlindungan dan keselamatan, maka Lin Mo Niang kemudian dianggap sebagai Dewi Pelindung Para Pelaut. Dan kemana-mana patungnya selalu dibawa serta. Keselamatan mereka dalam pelayaran dianggap anugerah dan perlindungan dari Dewi ini. Dan kisah-kisah tentang pemunculan sang Dewi dalam memberi pertolongan pada para pelaut mulai satu persatu tersebar. Pada tahun 1122 Masehi, Kaisar Song Hui Zong memerintahkan seorang menteri yang bernama Lu Yun Di untuk menjadi Duta ke Negeri Gaoli ( Korea sekarang ).
Dalam perjalanan rombongan ini dihantam badai, dari 8 buah kapal yang dinaiki 7 buah tenggelam. Hanya kapal yang ditumpangi oleh Lu Yun Di saja yang terselamatkan.
Sang Duta heran bukan main, ia bertanya pada anak buahnya siapakah dewa yang telah menyelamatkan mereka. Diantaranya pengiringnya itu ada seorang yang kebetulan berasal dari Pu Tian dan biasa bersembahyang kepada Dewi Ma Zu ini. Ia lalu mengatakan pada Lu Yun Di bahwa mereka diselamatkan oleh Dewi yang berasal dari Pulau Mei-Zhou yaitu Lin Mo Niang atau yang sering disebut Ma Zu. Lu Yun Di lalu melaporkan hal ini pada Kaisar Song Hui Zong. Sebagai rasa penghormatan sang Kaisar memberi gelar ” Sun-Ji Fu Ren ” kepada Lin Mo Niang dan sebuah papan yang bertuliskan ”Sun-Ji” yang berarti ” pertolongan yang sangat dibutuhkan ”, hasil tulisan tangan sang Kaisar lalu dipasang di Kelenteng di Mei-Zhou. Sejak itulah pemujaan terhadap Ma Zu mulai mendapat pengakuan resmi dari kerajaan. Sejak jaman Dinasti Song sampai Qing, tidak kurang dari 28 gelar kehormatan telah dianugerahkan oleh kerajaan kepada Ma Zu. Gelar-gelar itu antara lain adalah Fu Ren Yang berarti Njonya Agung. Tian Hou atau Tian Fei yang berarti ” Permaisuri Sorgawi ” Tian Shang Sheng Mu atau Bunda Suci dari langit dan Ma Zu Po yang berarti Bunda Ma Zu.
Sejak jaman Song itulah, di kota-kota utama sepanjang pantai Tiongkok timur yang memanjang dari utara ke selatan seperti Dan-Dong, Yan-tai, Qinhuang-dao, Tian-jin, Shang-hai, Ning-po, Hang-zhou, Fu-zhou, Xian-men, Ghuang-Zhou, Macao dan lain-lain bermunculan kelenteng-kelenteng yang memuja Dewi Pelindung Lautan ini. Ma Zu sudah menjadi pujaan para pelaut dari seluruh negeri, tidak lagi terbatas bagi mereka yang berasal dari Mei-Zhou saja. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, sebelum pelayaran dimulai, diadakan sembahyang besar untuk mohon perlindungan. Pada tiap-tiap kapal pun selalu disediakan ruang pemujaan untuk patungnya. Pelaut kenamaan pada jaman dinasti Ming, Zheng He yang dikenal dengan sebutan San Bao Da Ren ( Sam Po Tai Jin – Hokkian ), walaupun seorang Islam, tidak melupakan kebiasaan ini. Tujuh kali Zheng He memimpin armada besar yang terdiri dari puluhan kapal, mengunjungi perbagai negeri Asia dan Afrika . Tiap kali akan memulai pelayarannya, ia selalu memimpin upacara sembahyang besar untuk mohon perlindungan akan keselamatan perjalanan kepada Tian Shang Seng Mu atau Ma Zu. Pada tahun ke tujuh pemerintahan Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming ( 1409 Masehi ), dalam pelayarannya yang ketiga kali, Zheng He menyempatkan diri dengan perintah Kaisar untuk bersembahyang di Kelenteng Ma Zu di pulau Mei-Zhou. Sebuah prasasti peninggalan Zheng He yang terdapat di Zhang-Le, Propinsi Fu-Jian, secara teliti menyebutkan bahwa keselamatan perjalanannya sampai ia berhasil menyelesaikan tugas melakukan kunjungan muhibah ke negeri asing sebanyak tujuh kali, adalah berkat kemujijatan dan perlindungan Tian Shang Seng Mu.
Gelar ” Tian Fei ” di anugerahkan kepada Ma Zu juga pada jaman Dinasti Ming pada pemerintahan Kaisar Yong Le berkat perlindungannya pada armada Zheng He. Kira-kira pada jaman Ming inilah, bersamaan dengan semakin banyaknya penduduk propinsi Fujian yang pergi merantau, pemujaan kepada Ma Zu memasuki pulau Taiwan . Kelenteng Ma Zu tertua di wilayah propinsi Taiwan adalah yang terdapat di kota Ma Gong, kepulauan Penghu. Dewasa ini di Taiwan terdapat tidak kurang dari 800 buah Kelenteng Ma Zu, dan hampir dua pertiga penduduknya memuja arcanya di dalam rumah. Kelenteng Ma Zu yang paling ramai dikunjungi orang dan mungkin terbesar di Taiwan adalah di Bei-Gang, patung Tian Fei yang dipuja disini berasal dari Mei-Zhou yang dibawa kesana pada tahun ke 33 pemerintahan Kaisar Kang Xi Gelar kehormatan ” Tian Hou ” adalah juga anugerah dari Kaisar Kang Xi ini, karena dianggap telah melindungi keselamatan rombongan utusan kerajaan Qing yang sedang berlayar menuju Taiwan. Dengan demikian Bei-gang dianggap sebagai tempat suci bagi pemujaan Ma Zu. Tiap tahun bertepatan dengan Ulang Tahunnya yang jatuh pada tanggal 23 bulan 3 Imliek, ratusan ribu warga Taiwan membanjiri kota ini untuk berjiarah.
Pemujaan kepada Ma Zu, bersamaan dengan menyebarnya para perantau Tionghoa berbagai tempat, juga bermunculan di banyak negeri. Di Negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Indonesia, Philipina dan lain-lain, dimana banyak bermukim para Tinghoa perantau banyak dijumpai Kelenteng Ma Zu. Di Jepang pemujaan Ma Zu diperkirakan mulai pada akhir Dinasti Ming. Disalah satu kota kecil yang dalam bahasa Tionghoa disebut Sui-hu, di Jepang, Ma Zu telah dimasukkan dalam jajaran Dewata Jepang dan di puja di kuil utama kota itu.
Di Jepang terdapat tidak kurang dari 100 buah kuil Ma Zu.
Bersamaan dengan datangnya orang Tionghoa di Lasem pada permulaan abad 15 diperkirakan kelenteng yang sekarang ini kita kenal dengan nama Ci An Gong ( atau Cu An Kiong yang berarti Istana Ketentraman Bunda ) mulaii didirikan. Tahun yang persis tidak diketahui. Perlu diketahui orang-orang Tionghoa yang pada waktu itu datang umumnya bukan orang terpelajar, hanya sedikit saja yang tahu tulis menulis, sehingga tidak ada catatan-catatannya yang ditinggalkan. Hanya diperkirakan sekitar tahun 1450, sebab pada peta Belanda yang mencatat perkembangan kota Lasem tahun 1500, kelenteng itu telah tertera, berada di sekitar pemukiman Tionghoa disepanjang sungaii Babagan ke arah Dasun dan Soditan.
Seperti pada umumnya kelenteng, pada awalnya Ci An Gong ini berdinding dan beratap rumbia, kemudian setelah kehidupan mulai mapan dan kegiatan ekonomi berkembang, dan berhasil dikumpulkan untuk memugar dengan bentuk yang lebih baik dengan mendatangkan tukang-tukang ukir darii Guangdong (Kwitang ). Banyak dari tukang-tukang ukir ini kemudian bermukim di Kudus dan menerima murid-murid dari kalangan penduduk setempat. Nama-nama empu ukir itu seperti Tee Ling Sing dan Tiang Sun Khing diabadikan menjadi nama kampung seperti Sunggingan dan Kyai Telingsing.
Kelenteng Cu An Kiong mengalami pemugaran beberapa kali yang terakhir 1868. Sebagai salah satu kelenteng pemujaan Dewi Ma Zu yang tertua di Jawa, kelenteng ini perlu dilestarikan dan di jaga terus keberadaanya agar bisa menjadi warisan sejarah dan peringatan bagaimana perjuangan pendahulu-pendahulu kita dalam membangun kehidupan yang sejahtera dii negeri ini.
Bila tulisan kami ada yang kurang sesuai, kami mohon kritik dan saran-saran dari para pembaca demi kemajuan menggali cerita dan sejarah kelenteng. Saran dan kritik tolong ditulis dan di alamtkan ke T.I.T.D.” TRI MURTI ” JL. Dasun 19 Lasem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar