Rabu, 20 Juli 2011

SEJARAH KENTENG POO AN BIO LASEM


KLENTENG POO AN BIO LASEM
DAN KONGCO KONG TIK CUN ONG
   

Pada tahun 1740 pemukiman orang Tionghoa yang semula berada di sekitar jalan arteri   barat-timur dan sepanjang sungai Dasun terus ke utara serta Soditan, diperluas kearah selatan sampai kali Kemendung. Kira-kira tahun itulah diperkirakan Kelenteng POO AN BIO didirikan, sebab keberadaan Kelenteng tidak bisa dipisahkan dengan komunitas Tionghoa. Kelenteng ini terletak di tepi kali Kemendung dan terletak di desa Karangturi.
Sebagian besar orang Tionghoa Lasem adalah berasal dari Kabupaten Nan’an ( Lam-Oa ), karesidenan Quanzhou, propinsi Fujian ( Hokkian ). Dulu ketika para moyangnya merantau ke luar negeri, mereka selalu membawa arca Guang Ze Zun Wang ( Kong Tik Cun Ong ) didalam bagasi. Mereka percaya bahwa Dewata ini adalah pelindung orang yang merantau. Setiba di tempat yang dituju mereka lalu memujanya di rumah yang baru. Sebab itu banyak sekali rumah di Taiwan yang ditempati oleh imigran asal Quanzhou ( Coanciu ) memuja Guang Ze Zun Wang .
Demikian pula didaerah tujuan daerah perantau lainnya seperti Malaya dan Jawa. Sebab itu pula setelah kehidupan mulai mapan mereka mendirikan Kelenteng. Kiranya berdirinya Kelenteng POO AN BIO juga punya pola yang sama. Karena dianggap sebagai Dewa Pelindung  maka Guang Ze Zun Wang  disebut pula Bau An Zun Wang ( Raja Terhormat Pelindung Ketentraman ) dan Kelentengnya disebut BAO AN MIAO atau POO AN BIO.
Siapakah sebenarnya Guang Zen Zun Wang ? Dewata ini bermula dari seorang bernama Guo Zhongfu ( Kwee Tiong Hok ), tapi sumber lain menyebutnya Guo Hongfu ( Kwee Ang Hok ) atau Guo Qian ( Kwee Kian ), asli penduduk kabupaten Nan’an, propinsi Fujian ( Hokkian )..  Keluarga Guo ( Kwee ) berasal dari zaman dinasti Zhou. Pada waktu itu Zhou Wen Wang menghadiahkan wilayah Guo pada seorang saudara mudanya. Sebab itu sang pangeran disebut Guo Shu. Dari dia kemudian turun temurun menurunkan keluarga bermarga Guo.
Sampai pada Dinasti Tang keluarga Guo telah berlangsung 60 generasi. Pada zaman itu seorang jenderal kenamaan dari keluarga Guo bernama Guo Ziyi ( Kwee Cu Gi ) berjasa besar bagi kerajaan dalam menumpas pembrontakan An Lushan, lalu diangkat menjadi Fen Yang Wang ( Hun Yan Ong ) atau Raja muda dari Fen Yang.  Beberapa generasi kemudian sorang keturunan  Fen Yang bernama Song, pindah ke selatan dan beberapa keturunan lagi, antara lain Guo Hua pindah ke Fujian dan tinggal di distrik Qing Xi dekat Quanzhou. Ayah Guo Zhongfu seorang yang sangat saleh dan berbakti  pada orang tua, dan sangat perhatian pada orang miskin. Ia suka pergi bertamasya ke pegunungan yang indah pemandangannya. Zhongfu dilahirkan pada zaman kerajaan Tang Belakang tanggal 22 bulan 8 Imliek. Pada saat hamil ibunya memperoleh petunjuk gaib. Guo Zhongfu berbadan tegap, ia sangat berbakti pada orang tuanya. Ayahnya meninggal ketika ia berusia satu atau dua tahun. Karena keadaan rumah tangganya yang sangat miskin, telah memaksa ibunya pindah ke Shi-er dao, di Kabupaten Nan’an .  Mereka tinggal di kaki sebuah bukit, yang kemudian disebut Guo Shan ( gunung Guo, nama keluarga Guo Zhongfu ).

Untuk menyambung hidup ibu Guo lalu bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah keluarga Yang ( Yo  ) . Zhongfu juga ikut bersama, oleh hartawan yang ia disuruh  menggembala kambing . Suatu hari hartawan Yang memanggil seorang ahli fengsui tidak pernah diberi makanan yang memadai, hanya sekedar cukup untuk tangsel perut. Suatu hari pelayan rumah itu menghidangkan daging kambing kepada sang ahli fengsui. Ini hal yang sangat mengherankan karena biasanya ia kikir sekali. Ternyata daging itu berasal dari kambing yang mati karena jatuh ke dalam kakus. Melihat kenyataan ini ahli fengsui merasa sakit hati. Ibu Guo yang bertugas mencuci pakaian dan menyiapkan makanan  untuk ahli fengsui itu, sangat hormat dan baik sekali memperlakukannya. Si ahli fengsui yang jengkel karena perlakuan hartawan Yang yang kikir, lalu berubah simpati pada ibu Guo. Ia lalu memberitahukan fengsui tanah kuburan yang baik untuk mengubur tulang – belulang ayah  Guo . Ia bertanya pada ibu Guo : ” kamu mengharap anak cucumu  menjadi kaisar dalam satu dinasti, atau ingin menjadi dewa, kaisar hanya dihormati pada satu masa saja, tapi dewa dipuja orang sepanjang zaman. ” Ibu Guo memilih anaknya menjadi dewa. Si ahli fengsui lalu menunjukkan satu cara untuk mengetahui fengsui untuk kubur ayahnya. Tulang belulang ayahnya di cuci bersih dan disimpan dalam periuk tanah liat, ia berpesan agar kalau nanti bertemu dengan paderi bertopi tembaga dan seorang anak yang menunggang kuda terbalik , tempat dimana ia melihat itu adalah fengsui yang terbaik. Tulang belulang ayahnya boleh dipindahkan dan ditanam di sana selamanya, dan mereka harus tinggal di sana pula. Setelah itu si ahli fengsui pergi. Begitulah  ibu Guo bersama Zhongfu tinggal di suatu tempat sambil menggembala kambing dengan penuh kesabaran.
Suatu hari disaat hujan besar ibu dan anak itu melihat seorang paderi Budha menutup kepalanya  dengan gembreng tembaga, dan seorang anak gembala yang berteduh dibawah perut kerbaunya. Mereka sadar inilah kejadian yang dialamatkan oleh si ahli Fngsui berkenaan dengan letak fengsui terbaik untuk menanam tulang ayahnya. Ia sadar di tempat itulah tulang ayahnya harus ditanam. Tanpa mempedulikan hujan yang masih mengucur ia lalu mengambil periuk yang berisi jasad ayahnya lalu ditanam di tempat tadi. Guo Zhongfu sendiri sejak itu sering ke atas gunung Feifengshan untuk bersemedi.
Kemudian pada tahun Tian-Fu Kerajaan Jin Belakang ( A.D 936 ) ketika itu Guo Zhongfu berusia 10 tahun ( sumber lain menyebutkan 13 tahun ) ia pergi keatas gunung Feifengshan dengan berbekal arak sambil menggiring kambingnya. Lalu ia bersemedi di atas batang pohon rotan tua, lalu meninggalkan raganya ( moksha )
Sejak itu ia sering menampakkan memberikan pertolongan pada penduduk sekitar tempat itu yang sedang mengalami kemalangan. Dengan penuh rasa terima kasih  mereka mendirikan Kelenteng Feifengshan untuk menghormati dan mengenang jasanya. Kelenteng inilah cikal  bakal  Kelenteng  utama  yang  didirikan  disini  yang  kemudian  dinamai   Feng   Shan   Si ( Hong San Si )
Karena Shenming di Kelenteng ini sering menampakkan diri dan memberi pertolongan untuk rakyat dan negara, sebagai rasa terima kasih maka masyarakat memberikan sebutan   Bao An Zun Wang  ( Kwee Seng Ong )
Banyak sekali penampakkan Bao An Zun Wang  yang dicatat dalam sejarah sejak jaman Dinasti Song. Tercatat pada tahun Jian-Yan ke-4 ( 1130 M ). Kawanan bandit yang dikepalai oleh seorang She Tang, merampok desa desa sehingga penduduk sekitarnya mengungsi kedaerah lain. Diantara mereka lalu bersembahyang di kuil Sheng W ( Seng Ong ) Keesokan harinya turun hujan besar dan banjir bandang menerjang kawanan bandit yang berkeras mengejar. Gerombolan itu banyak yang tewas, sisanya melarikan diri, sehingga penduduk desa itu selamat.
Tahun Shaoxing ( 1131 M ) dari Dinasti Song, seorang bernama Wu De pergi ke ibukota untuk ikut ujian kerajaan. Ia membawa serta abu dupa Seng Wang Gong ( Seng-Ong Kong ).
Ketika di istana terjadi kebakaran, Seng Wang Gong muncul dengan membawa bendera putih dan api segera padam. Para pejabat kerajaan melihat lalu minta pada kaisar untuk mmberi gelar Hou ( Markis ) padanya.
Pada tahun Jia-Jing ( 1522 M ) Dinasti Ming, bajak laut Jepang banyak mengacau di wilayah pantai timur  Tiongkok. Suatu ketika mereka berhasil masuk  dan menyerbu sampai gunung Shishan, yang hanya terpisah 2 Li dari Guoshan. Mereka itu dibantu oleh berandal setempat yang dipimpin oleh Lu Shangsi. Orang-orang desa melarikan diri dan mendirikan perlindungan di sebelah utara Kelenteng Fengshan Si. Malam itu datang bala bantuan dari tentara pemerintah sebanyak 300 orang yang segera menyerang musuh. Bandit Jepang itu lalu balas menyerang dan mengepung Kelenteng dan membakarnya. Sebagian Kelenteng terbakar tapi tiba-tiba turun hujan lebat.  Api padam, tapi simpanan obat mesiu di tangsi perampok meledak dan menewaskan banyak sekali orang Jepang. Mereka lalu melarikan diri, karena takut kejadian ini adalah akibat campur tangan Seng Wang Gong.

Demikianlah antara lain kemujizatan Seng Wang Gong yang tercatat dalam sejarah.

Tentunya masih banyak lagi yang kalau semuanya ditulis akan memerlukan buku yang tebal sekali. Tidak seperti  Shenming  ( Shinbing ) yang semasa hidupnya telah banyak berbuat untuk masyarakat, Guang Zen Zun Wang justru menampakkan diri dan  memberikan pertolongan pada waktu ia telah moksha. Semasa hidupnya ia hanya seorang anak berbakti yang pekerjaannya menggembala kerbau, dan berusia 10 tahun ketika meninggalkan raganya.  



Kelenteng POO AN BIO sebagai tempat altar utama Bao An Zun Wang atau Guang Ze Zun Wang, yang secara umum dipanggil Seng Wang Gong ( Seng Ong Kong ) atau Guo Seng Wang ( Kwee Sing Ong ) menyimpan banyak sekali cerita-cerita rakyat yang mengandung ajaran moral yang tinggi. Hal ini patut disimak mengingat banyaknya generasi muda yang sama sekali tidak mengetahui adanya kisah-kisah ini. Cerita-cerita ini dilukiskan pada ke empat tembok  ruang dalam Kelenteng, berturut-turut menjadi serangkaian cerita bergambar yang asyik bila diceitakan kembali. Di kedua samping ruang dalam, di kiri kanan altar utama terdapat ringkasan cerita San Guo ( Sam Kok ) atau Kisah Tiga Kerajaan, sebagian diketahui San Guo adalah salah satu karya sastra klasik Tiongkok yang tersohor, sangat digemari oleh semua lapisan masyarakat, dan mengandung pelajaran kesetiaan yang maha agung.

Lukisan cerita ini terdiri dari 100 buah gambar yang terbagi dalam 2 bidang tembok, masing-masing 50. Ceritanya dimulai dari tiga serangkai Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei ( Lauw Pi, Kuan Ie, dan Thio Hwi ) mengangkat saudara di kebun bunga persik dan berakhir dengan tiga negeri dipersatukan jin. Tembok dalam bagian depan sebelah kiri, memaparkan kisah Shui Hu ( Tepi Air ) .

Perlu pula diketahui Shui Hu atau dikenal juga dengan judul ” 108 PENDEKAR DARI BUKIT LIANGSHAN ”  adalah kisah klasik Tiongkok yang sama terkenalnya dengan San Guo .

Kisah ini terjadi pada jaman Dinasti Song ( abad 11 ), tentang pembrontakan dari orang-orang yang terfitnah terhadap kerajaan.

Salah satu episode ” WU SONG MEMBUNUH HARIMAU   ( Bu Siong Pak Hauw ) bisa dilihat didalamnya. Sangat disayangkan sebagian gambar telah hilang, dan cerita ini sendiri tidak digambar sampai selesai.

Sebelah kanan ruang dalam depan memuat cerita  Yue Fei ( jendral Gak Hui ), jendral kenamaan jaman Dinasti Song, yang terkenal kesetiaannya pada negara. Cerita ini hanya dilukiskan sebagian, sisanya diisi berbagai kisah pendek tapi menarik  antara lain yang dapat kami simak adalah kisah Tu Si-niang, seorang pelacur dari Beijing yang demi cintanya pada seorang pelajar, sampai akhirnya mengorbankan diri. Lagi-lagi satu teladan kesetiaan dan ketulusan hati.

Masih ada di bagian tengah yang terdiri dari 24 gambar, yang melukiskan 24 anak berbakti .

Gambar ini masih lengkap dan jelas , lengkap dengan nama-nama penyumbang .

Ini hanya sebagian saja kekayaan budaya yang mewarnai Kelenteng Poo An Bio yang perlu kita pelihara dan resapi maknanya agar bisa diteruskan pada generasi mendatang.

Lasem, medio September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar